Prolog
Tepat jam 10 malam aku terbangun dari tidur malam ku. Tidurku memang
tidak nyenyak malam ini. Masih terbayang tentang Riza, dia membuatku tidak
dapat tidur nyenyak akhir – akhir ini. Semenjak aku memenuhi permintaannya
untuk bertemu.
Kami saling bertemu dan aku semakin terjerat pada cinta lama yang
selama ini ku anggap hilang.
“Jeratan cinta
lama hanya bisa terlepas jika engkau terjerat dengan cinta yang baru”
∞◊∞◊∞
Juli, 20:12 WIB
Entah kenapa malam ini ada
perasaaan aneh yang menyelimutiku, jantungku berdebar – debar, perasaan tidak
tenang, “Mungkin aku kangen Riza..” tiba – tiba fikiran itu tiba – tiba muncul.
Sudah satu bulan lebih aku tidak mendengar kabar Riza. Meskipun dia sudah
menjadi mantanku tapi hubungan kami masih baik, bahkan aku menjadi tempat keluh
kesahnya sampai menjadi tempat curhat tentang pacarnya pada
saat itu. Walaupun Riza hanya menghubungiku ketika dia sedang ada masalah saja.
Kami berdua tidak pernah bertemu semenjak putus, hanya berhubungan by phone saja, aku sengaja menghindar
untuk tidak bertemu karena aku takut akan semakin sulit untuk melupakannya.
Mungkin karena aku masih menyayanginya sehingga aku tidak bisa tidak peduli
padanya. Tidak ada yang istimewa dalam diri Riza, hanya saja dia mampu
membuatku tertawa dan sejenak lupa dengan bebanku. Dan sampai saat ini semenjak
kami memutuskan hubungan kami aku belum bisa mendapatkan penggantinya. Bukan
tidak ada pria yang mendekatiku, hanya saja mereka tidak bisa membuatku tertawa
seperti Riza atau mungkin karena aku takut untuk kembali terluka.
Malam itu aku memberanikan diri
untuk sms Riza. Awalnya dia bertanya kenapa aku belum tidur karena sudah larut
malam dan apakah aku sedang ada masalah dan Riza memintaku untuk jujur, mungkin
dia dapat merasakan kalau sedang terjadi sesuatu padaku. Lalu aku menjelaskan kronologi yang
aku rasakan malam itu dan aku mengatakan kalau “mungkin aku kangen Riza, iya
aku lagi kangen sama Riza. Tidak seperti biasanya aku seperti ini, wajar saja
kalau Riza kaget dan sedikit tidak percaya. Riza cukup tahu tentangku dan dia
tahu kalau aku bukan seseorang yang mudah untuk jujur dengan perasaanku sendiri
dan gengsian.
Semenjak malam itu Riza sering menghubungiku, bahkan dia meminta maaf
jika sehari saja tidak memberiku kabar. Aku takut bila dia sudah begini, aku
takut membangkitkan harapan – harapannya yang dulu padaku. Sejak itu juga aku selalu terbayang – bayang
dengan masa – masa ketika kami masih pacaran. Banyak mimpi dan harapan kami
berdua, bahkan keinginan Riza untuk melamarku ketika aku selesai dengan
kuliahku, namun semua itu kini telah sirna. Orang tuaku kurang menyukai Riza,
mungkin ini karena feeling seorang ibu. Riza memang bukan seseorang yang suka
beribadah, pada saat itu kuliahnya berantakan tidak pernah masuk sampai
dicutikan, suka minum - minum dan seorang pemuda pengangguran. Riza sudah
mewanti – wantiku apakah hubungan ini direstui oleh orang tuaku, dan aku
mengatakan kalau orang tuaku menyukai seseorang yang berakhlak baik, rajin
ibadah dan mapan tentunya. Aku terlahir dari lingkungan keluarga yang agamis
walaupun aku sendiri tidak terlalu agamis, biasa – biasa saja, hanya saja kedua
orang tuaku menginginkan pendampingku kelak adalah seseorang yang dapat
membimbingku untuk lebih dekat dengan Tuhan.
Semenjak itu kehidupan Riza mulai berubah, Riza mulai melanjutkan
kuliahnya lagi, berhenti minum, belajar untuk beribadah dan terkadang ada hal tentang
agama yang dia tanyakan padaku. Riza melakukannya demi masa depannya dan masa
depan kami nantinya. Hal ini menumbuhkan spirit tersendiri untukku hingga
akupun mulai rajin beribadah, lima waktuku tidak pernah bolong lagi.
Seperti mendapat lotre disiang
hari, tiba – tiba ibuku mengatakan “asalkan riza akhlaknya baik ibu setuju,
kalau masalah pekerjaan masih bisa dicari sambil jalan..”. Mungkin doa kami
didengar hingga kami mendapatkan lampu hijau dari orang tuaku dan aku merasa bahagia bahkan sangat bahagia dan
belum pernah aku sebahagia ini menjalin hubungan dengan seseorang. Tapi
kebahagiaan itu sirna ketika Riza di uji dengan masalah – masalah yang
dihadapinya, masalah yang tidak pernah dia ceritakan padaku, tidak seperti
biasanya Riza seperti ini. Perasaan was – was pun menghinggapiku dan apa yang
aku khawatirankan akhirnya terjadi juga ,semenjak itu Riza kembali seperti
dulu, kuliahnya kembali berantakan, suka minum lagi bahkan lebih dari yang dulu
dan ibadahnya pun ditinggalkan. Perubahan ini membuatku kecewa, kami sering
berselisih paham, Riza pun menjadi kasar,
masalah kecil dibesar – besarkannya dan yang sangat membuatku kecewa
Riza berselingkuh. Sampai pada akhirnya aku tidak bisa mempertahankannya lagi
dan kami pun putus walaupun sebenarnya bukan ini yang aku inginkan tetapi
mungkin ini jalan terbaik.
∞◊∞◊∞
Kenangan
Berbulan – bulan kami lose
contact dan sampai Riza mengirim pesan yang isinya permintaan maafnya karena
telah membuatku kecewa. Pesan itu hanya membuka luka, aku hanya bisa menangis
tanpa bisa berkata apa – apa. Keesokan harinya Riza ingin bertemu dan
permintaan itu aku penuhi. Kami janjian
bertemu di Restoran dekat kampus ku pada saat makan siang .
12.30 WIB
Entah hal apa yang membuatku
menyanggupi permintaannya untuk bertemu dengannku. Aku menulusuri trotoar jalan
menuju restoran tersebut, banyak kenangan manis disepanjang jalanan ini.
Seketika memoriku terbuka seperti kembali ke waktu itu mengingat persis dibawah
pepohonan asri yang tumbuh dipinggir trotoar kami jalan berdua bergandengan
tangan sambil bersenda gurau, sepanjang jalanan ini seperti milik kami berdua,
hiruk pikuk kendaraan yang melintas, lalu lalang orang – orang yang berjalan,
pedagang rokok , teriakan suara kondektur yang mencari penumpang ketika bus
berhenti di halte, semuanya masih sama hanya berkurang tanpa adanya Riza.
Aku sengaja untuk datang
terlambat dan berhenti sejenak untuk duduk dihalte. Dihalte ini dulu tempat
kami pertama kali bertemu, sore itu aku berlari menuju halte untuk mengejar bus
yang akan aku naiki. Disana sudah ada Riza yang sudah menaiki bus yang baru
saja berjalan pelan kemudian turun kembali dan meminta supir untuk menghentikan
busnya, mungkin karena Riza melihatku yang sedari tadi berlari mengejar bus,
kemudian Riza mempersilahkanku untuk naik. Aku duduk didepan kursi dimana Riza
duduk, kemudian bapak – bapak yang tadi duduk bersama Riza memintaku untuk
pindah “mbak,duduk disini saja kasihan duduknya pisah sama pacarnya” aku hanya
tersenyum heran dan mengiyakan kata – kata bapak tadi, sepertinya bapak tadi
salah sangka mengira jika aku berpacaran dengan pria yang duduk disampingnya .
Dan pada akhirnya aku duduk disamping Riza, kami tidak mengobrol dan tiba –
tiba supir bus mengerem mendadak dan akupun dengan spontan berpegangan pada
lengan Riza. “Duh.. maluuu.. kenapa bisa begini, mau ditaruh mana mukaku”
batinku. Aku kemudian meminta maaf kepada Riza atas spontanitasku tadi lalu aku
memulai percakapan, kami saling memperkenalkan diri dan mulai mengobrol ngalor
ngidul dan setelah diperhatikan ternyata Riza memiliki rupa yang manis, alis
matanya lebat, sorot matanya tajam
dengan bulu matanya yang indah, terlihat sangat manis ketika tersenyum
memperlihatkan lesung pipi di pipi kanannya. Aku tidak terlalu memperhatikan
apa yang Riza bicarakan, sepertinya aku terfokus untuk mencuri pandang melihat
wajahnya dan lambaian tangan Riza didepan wajahku mengagetkanku “Hey…kamu
kenapa?” tanyanya, aku hanya nyengir kuda malu karena Riza memergokiku sedang
memperhatikannya, lalu aku mengalihkan
pembicaraan kami mengobrol kembali dan ternyata Riza satu kampus denganku hanya
saja berbeda jurusan “wahh..jangan – jangan jodoh.hehee” girangku dalam hati.
Tiba – tiba saja aku mencium
wangi yang sepertinya tidak asing bagiku, benar sekali wangi parfum Riza yang
menyadarkanku dari lamunan.
“Kok disini?? Kan kita janjian di
Restoran”
“emm.. iya tadi kakiku pegel jadi
istirahat sebentar disini, kamu kok disini juga?”
“iya tadi aku sudah di Restoran
nungguin kamu tapi kamu gak dateng – dateng, lalu aku kedepan restoran
eh..sepertinya ngliat kamu dihalte dan ternyata benar kamu. Lagi ngelamun ya?
Sampe senyum – senyum sendiri?”
Ohh.. God.. ternyata Riza tengah memergokiku sedang melamun “nggak kok
cuma tadi ada yang lucu aja” jawabku asal. Riza pun lalu mengajakku untuk makan
siang dan kami berjalan menuju restoran. Tidak banyak perubahan pada diri Riza,
senyumnya masih manis dan mempesona, baru beberapa bulan tidak bertemu dia
terlihat lebih dewasa dan sedikit gemuk sekarang “kamu gemukan ya sekarang..”
ujarku dan Riza tersenyum “kan kamu suka kalo aku gemukan..hehee” tanggapnya
dengan sedikit memancing untuk bernostalgia. Sesampainya direstoran dengan
suasana masih sama seperti dulu ketika kami sering makan disini, alunan lagu
don’t you remember nya Adele menemani makan siang kami dan kami berdua pun
hening hanya menikmati makanan yang telah kami pesan, kemudian Riza membuka
percakapan dengan menanyakan kabarku dan aku jawab jika aku baik – baik saja
walaupun sebenarnya dia sukses membuatku galau sampai saat ini, “kamu gimana?”
Tanyaku balik, “yah.. beginilah, kangen lho sudah lama kita gak makan berdua”
ujarnya dan aku hanya tersenyum menanggapinya. Sebenarnya aku juga
merindukannya, ingin bercerita tentang banyak hal hanya saja bibir ini terasa
kaku , canggung untuk berbicara dengannya, aku hanya mencuri sela untuk melihat
wajahnya, aku tidak berani untuk menatapnya langsung, rasanya hati ini kelu
menahan sesak. Rasanya ingiin sekali aku memeluknya erat dan mengatakan jika
aku rindu tapi masih bisa ku tahan, aku tidak ingin menunjukan perasaanku. Rasanya
aku ingin segera mengakhiri makan siang ini , ini seperti hal terbodoh yang
kulakukan. Yang duduk didepanku sekarang adalah Riza seseorang yang pernah
menyakitiku dan yang masih kucintai. “Aku sudah selesai, aku mau pulang” aku
langsung berdiri dan berlari keluar sampai suara Riza yang memanggilku tidak
terdengar lagi, yang terdengar hanya suara kendaraan yang berlalu lalang dan
suara orang – orang yang berbisik sepertinya membicarakanku karena aku tidak
kuasa menahan tangisku dijalanan ini. Sepertinya aku berlari terlalu jauh
hingga terasa lelah dan beristrahat sejenak. Aku membuka ponsel dan ada pesan
dari Riza “Maafkan aku tlah membuatmu
begini”, aku tidak dapat berkata apa – apa. Segera ku cari nomor bela
sahabatku, ku tekan tombol memanggil tapi tidak ada jawaban, berulang kali
tidak ada jawaban sama sekali dan tiba – tiba aku terkejut sosok Riza kini
sedang berdiri didepanku, mengulurkan tangannya membantuku untuk berdiri “masa
cantik – cantik duduk jongkok dipinggir jalan” ujarnya, aku hanya berdehem
menanggapinya, “sejak kapan kamu larinya secepat itu?” ujarnya lagi,
“kamu kenapa ngikutin aku..” Riza tidak menanggapinya, dia menarik
hidungku sampai aku meringis kesakitan. Ini adalah kebiasaannya dulu yang suka
menarik hidung dan mencubit pipiku “huh sakit tauk” dengusku kesal, kemudian
Riza memeluk ku dan aku membalas pelukkannya, aku tidak dapat menahan air
mataku, aku rindu sekali dan baru ku sadari jika aku sangat – sangat merindukannya.
Aku tidak ingin terhanyut dengan perasaan ini, segera kulepaskan
pelukan Riza “aku mau pulang sekarang”
“Aku antar ya” pinta Riza
mengharapkan aku diantar pulang olehnya,
“gak usah, aku mau pulang sendiri aja”
jawabku, lalu aku berlalu dari hadapannya dan berjalan sambil menyetop taxi dan
masuk kedalam taxi tanpa menoleh kearah Riza.
Aku membuka ponselku ingin membaca pesan yang sedari tadi belum sempat
ku baca, ternyata pesan dari Bela,
“kenapa Re? sorry tadi lagi
bantu mama didapur”
“gak papa bel, tadinya mau
kerumahmu tapi gak jadi besok aja” (Send).
Kuurungkan niatku untuk kerumah
Bela, hari sudah menjelang sore jalanan sudah mulai macet, lebih baik pulang
kerumah dan segera mandi air hangat untuk merilekskan badan dan otak ini yang
sedari tadi dipenuhi oleh Riza. Perjalanan kerumah yang seharusnya hanya 10
menit terhambat 45 menit karena kemacetan, ini membuatku tambah stress .
Sesampainya dirumah sudah ada
mama yang sedang menyiram tanaman di
halaman depan rumah dan sasaran kejahilanku tentunya adik bungsuku yang sedang
asik menyusun lego, sedangkan papa dan kakakku sepertinya belum pulang, merek
abiasanya pulang ketika akan makan malam. Kemudian timbul niatku untuk
menjahili adikku.
“Ma…….kakak nih berantakin
mainanku” uringnya
“huuu.. ngaduan”
“biarin..weeekk” belanya sambil
menjulurkan lidahnya, membuatku gemas dan ingin mencubitnya.
“sudah Re.. mandi trus sholat
sana” terdengar suara mama dari halaman depan
“iya ma….ini mau mandi”
Aku beranjak menuju kekamar,
pandanganku langsung tertuju pada aquarium yang berisi dua ikan koki pemberian
Riza. Ternyata aku belum benar – benar bisa melupakannya dan aku harus bisa
lebih menguatkan hatiku bila berhadapan dengannya karena Riza pasti akan
menemuiku kembali.
“Seseorang itu mungkin telah
pergi, tapi masih ada sisa cintanya yang tertinggal,
mungkin perlahan – lahan akan habis
kemudian hilang dan sampai terlupakan.. atau mungkin akan tumbuh bersemi
kemudian kembali..”
∞◊∞◊∞
Sweet monkey..
Suara ketukan pintu membangunkan
tidurku “Kakk.. disuru bangun sama mama” suara teriakan adik bungsuku dari
balik pintu terdengar seperti menusuk gendang telingaku , ternyata sudah pagi, rasanya berat sekali membuka mata ini, kepala ku sakit dan berat
sekali untuk diangkat mungkin ini efek dari hari kemarin gara – gara otakku
dipenuhi oleh Riza. Padahal aku berharap ketika bangun lupa dengan hari
kemarin tapi hasilnya nihil.
“Rere.. bangun nak..” kini suara
mama yang memanggilku
“Iya ma..”
“Kamu sakit nak ?” Mama masuk
kekamar dan mengecek dahiku,
“Badan kamu anget, kalo kuat
bangun cuci muka sana nanti mama ambilin obat, kalo lemes nanti mama ambilin
air”
“Iya ma.. ini masi kuat kok”
jawabku lemas
“ya udah mama tinggal dulu ,
nanti abis sarapan kamu minum obat” ujar mama sambil membuka jendela dan berjalan keluar dari kamar. Mamaku seorang ibu rumah tangga
biasa, namun kasih sayang dan perhatianny apada keluarga sungguh luar biasa,
wajar bila papa terlihat sangat menyayanggi mama, kadang terlihat ketika pamit
akan berangkat kerja papa berkata “love
you” dan mencium kening mama. Aku pernah berkeinginan kelak ingin seperti
mereka bila sudah berumah tangga.
Hari ini aku tidak kekampus dulu,
kubatalkan saja jadwal bimbingan dengan pak Abdul . Segera kutelpon Bela ,
“Iya Re..”
“Bel .. izinin aku sama pak Abdul
ya, hari ini harusnya ada bimbingan tapi aku lagi demam nih”
“oke .. nanti aku izinin, Habis
ini aku jengukin deh”
“makasih ya bela cantik..hehe”
godaku.
Sepertinya suasana rumah sudah
sepi, aku berjalan dengan gontai menuju ruang makan, ternyata masih ada mama
yang sedang membereskan piring – piring di meja makan. Dirumah kami tidak ada
asisten rumah tangga, semuanya dikerjakan oleh mama dan terkadang aku yang
membantu mama kalau sedang tidak ada jadwal untuk kekampus.
Kulihat dimeja makan sudah ada
nasi goring yang dimasak mama tadi.
“buruan dimakan nasi gorengnya
habis itu minum obatnya” ujar mama sambil membereskan meja makan.
“iya ma..” lalu aku menyantap
nasi goreng yang sudah dingin tentunya. Kulihat mama sedang mencuci piring –
piring kotor di dapur, tiba – tiba terfikir bagaimana kalau mama tau aku begini
karena memikirkan Riza, tidak dapat kubayangkan betapa kecewanya mama nanti.
Segera aku menuju kedapur dan
mencuci piring bekas aku makan tadi, biarpun sedang sakit aku tidak ingin
memanjakan diriku sendiri, jika masih bisa aku lakukakan sendiri aku akan
melakukannya sendiri. Setelah itu aku bergegas kembali kekamar, kunyalakan
notebook ku dan memutar winamp, ditemani lagu dari tangga – cinta tak mungkin berhenti sepertinya soundtrack ini yang
cocok dengan suasana hatiku saat ini, aku membuka facebook dan melihat daftar list teman – teman yang sedang on line dan tak lama kemudian ada yang
men-chat ku,
Jonas Adhitya : hey re.. masih inget aku gak?
Rere Malinka : hmm.. iya
masih inget,,
Jojo temen SD dulu kan, apa kabar? Udah
married belum? Lama ya gak ketemu..
Jonas Adhitya : Syukur deh
kalo masih inget, Alhamdulillah baik, hehe.. blm re..
Aku masih ngumpulin modal nih, nabung dulu,
km gimana kabarnya?
Jangan2 kamu yang udah married
Rere Malinka : Aku baik juga, belum jo.. kuliahku aja
belum beres..
Jonas Adhitya : Udah dulu ya re.. aku mau lanjut kerja
dulu..
Jonas adalah teman ku sewaktu SD,
bisa dibilang dia adalah cinta monyetku, aku suka merasa geli sendiri bila
mengingatnya. Tidak kusangka sewaktu SD aku sudah mulai menyukai lawan jenis,
jonas adalah satu – satunya anak laki –laki yang aku sukai sewaktu SD,
menurutku dia ganteng dan dilihat dari foto profilnya tadi dia masih ganteng.
“Rereeee….” Suara bela
mengagetkanku,
“katanya demam, kok duduk” ucapnya polos
“emang orang sakit gak boleh
duduk” jawabku sedikit jutek
Syukurlah Bela datang kerumah,
setidaknya ada yang menghiburku dari kegalauan gila ini. Tanpa berbasa basi lagi aku langsung curhat ke
Bela, menceritakan kejadian yang kemarin aku alami dan aku menangis lagi,
kemudian Bela memelukku, dia tidak banyak bicara hanya memelukku, menenangkanku
dan ini berhasil membuatku tenang dan melegakan perasaanku.
“udah dong.. jangan nangis lagi
ya.. kalo pun kalian jodoh nanti juga disatukan, dimudahkan semuanya” ucap bela
sambil memberiku tissue. Apa yang dibilang Bela benar, walaupun tidak semudah
itu setidaknya aku beruntung memiliki sahabat seperti Bela.
Tiba – tiba saja Bela
menghantamku dengan bantal,
“umm.. kamu kentut ya Re.. ikh..
rese’ banget sih “ ujarnya kesal sambil menutupi hidungnya
“hehe.. keceplosan nih, mungkin
banyak angin diperutku” jawabku sambil garuk – garuk kepala, kemudian kulempar
balik bantal kemukanya, dan akhirnya kami saling lempar –lemparan dan ini sedikit
melupakan sejenak tentang Riza.
20.33
“Re.. ada telpon nih” terdengar
suara mama memanggilku dari arah ruang tengah dimana telpon rumah terpasang.
“Halo.. siapa nih?”
“ini jonas re, maaf ya ganggu..
aku tadi buka – buka buku telpon ternyata masih ada nomor telpon rumahmu jadi
ku telpon saja, gak papa kan..”
“oh.. iya gak papa jo.. ada apa
ya?” Tanya ku heran,
“Gak papa re, oya aku minta nomor
hape mu dong, aku telpon ke hape mu aja ya..” kemudian aku memberikan nomor hape ku dan tidak lama kemudian hape ku
berbunyi,
“Halo re, lagi sibuk gak…?”
“gak jo.. lagi santai aja..”
Kami mengobrol cukup lama,
bercanda dan tertawa mengingat masa – masa SD, kalau bisa aku mengulang waktu
pasti aku akan mengulang masa dimana aku masih SD. Tidak ada beban fikiran, hanya
bermain dan belajar, selalu melakukan sesuatu hal yang menyenangkan,
berpetualang bersama teman – teman dan tentunya saat bersama jonas.
Akhir – akhir ini aku dan jonas
jadi semakin akrab lagi dan terkadang Jonas mampir kerumah bila ada waktu
senggang. Jarak rumah kami tidak terlalu jauh, hanya saja dikarenakan setelah
lulus SD jonas melanjutkan SMP sampai kuliah di luar kota jadi kami lose
contac dan tidak pernah bertemu sampai sekarang kami dipertemukan kembali
ketika Jonas kembali ke kota ini untuk bekerja.
Kedekatan ku dengan Jonas
membuatku lupa dengan Riza, telpon dan sms nya pun tidak pernah aku tanggapi.
Jonas seperti suatu obat yang selama ini aku cari, dan mungkin aku jatuh hati
dengannya. Sosok Jonas yang dewasa, berwawasan luas dan humoris membuatku
terpikat dengannya dan yang membuatku terkejut ketika Jonas membuat pengakuan
jika aku adalah cinta monyetnya, pengakuan yang membuatku sedikit bahagia,
anggap saja dulu rasa sukaku tidak bertepuk sebelah kanan. Semakin hari kami
semakin dekat, chemistery diantara kami sudah terbangun.
Minggu pagi ini Jonas mengajakku
jogging, pukul 06.10 Jonas sudah sampai dirumahku, terdengar deru suara mobil dari
halaman depan. Aku membukakan pintu dan terlihat Jonas dengan setelan tshirt
putih polos dan traning abu – abu terlihat sangat cool, menonjolkan tubuhnya yang atletis. Dia berdiri membelakangiku
sambil melakukan pemanasan.
“pagi manis.. sudah siap..?” sapa
Jonas sambil menolehkan kepalanya kebelakang,
“siap dong bos” jawabku sambil
hormat ala – ala paskibra dan kami berdua pun cekikikan menyadari kekonyolan
ini.
“Pagi om..” sapa Jonas ke papa
yang baru saja duduk diteras dengan membawa secangkir kopi,
“pada mau jogging ya.. kapan –
kapan lawan om main catur Jo..” tantang papa ke Jonas
“beres om.. kami pergi dulu..”
pamit Jonas.
Dari kecil Jonas sudah dekat
dengan orang rumah karena sejak kecil hamper tiap hari Jonas main kerumah dan orang tua kami pun juga sudah lama
berteman, jadi orang tuaku sangat mempercayai Jonas dapat menjagaku bila aku
berpergian dengannya.
Udara pagi ini masih sangat
segar, aku dan Jonas berlari – lari kecil menyusuri jalanan yang masih sepi dengan kendaraan bermotor, hanya
masih terlihat beberapa orang yang juga sedang jogging. Ada yang bersama
keluarganya, ada yang membawa hewan peliharaannya berjalan – jalan.
Aku dan Jonas beristirahat duduk
di rerumputan taman kota dibawah pohon besar dengan angin yang semilir dan
menurut ku ini romantic , “ andai saja Jonas ini pacarku…huuuh” keluhku dalam
hati.
“Re…”
“hmmm..”
“aku sayang sama kamu..” ucap
Jonas . Aku kaget mendengarnya.
“sayang gimana maksudnya..?”
jawabku pura –pura blo’on,
“iya.. aku sayang sama kamu tapi
bukan sebagai teman. Aku mau kamu jadi pacarku, mungkin ini terlalu cepat tapi
aku Cuma mau jujur dengan perasaanku sekarang..”. Ujar Jonas tanpa menoleh kea
rah ku, dia hanya terus melihat kedepan tanpa berani menatap ku. Pengakuan
Jonas membuatku kegirangan, hatiku seperti sedang meloncat – loncat.
“sebenarnya aku juga ngerasain
hal yang sama tapi…” Belum selesai aku berbicara Jonas tiba – tiba langsung
melompat senang “Yess..! heheee..”
“tapi aku takut patah hati lagi
Jo…” lanjutku
“iya re.. aku ngerti, aku akan
slalu berusaha buat ngebahagiain kamu..” Kemuadian Jonas menggenggam tanganku
untuk meyakinkanku, aku tersenyum dan menganggukan kepala padanya dan dia
membalas senyumku dan mencium punggung tanganku. Ini artinya sekarang Jonas
menjadi belahan jiwaku dan aku berharap Jonas adalah pelabuhan terakhirku.
Tidak pernah ku bayangkan, Jonas yang dulu menjadi cinta monyetku kini menjadi
belahan jiwaku saat ini, mungkin ini cinta monyet yang beranjak menjadi cinta
kingkong dan aku berharap Jonas dapat mengobati hatiku.
Kami melanjutkan jogging, berlari
–lari kecil menyusuri jalanan yang sudah ramai dengan orang – orang yang sedang
berolahraga. Mingggu ini merupakan best day dari minggu – minggu kemarin yang
membuatku galau, cuaca hari ini seperti mendukung suasana hatiku, cerah
berawan, dengan angin yang semilir dan tentunya seseorang yang sedang
menemaniku jogging saat ini Jonas.
“Tidak peduli seberapa besar cinta memberi luka..
cinta juga yang akan menyembuhkan”
to be continue... :)