Sabtu, 28 September 2013

cinta lama gagal bersemi.

Prolog

Tepat jam 10 malam aku terbangun dari tidur malam ku. Tidurku memang tidak nyenyak malam ini. Masih terbayang tentang Riza, dia membuatku tidak dapat tidur nyenyak akhir – akhir ini. Semenjak aku memenuhi permintaannya untuk bertemu.
Kami saling bertemu dan aku semakin terjerat pada cinta lama yang selama ini ku anggap hilang.


“Jeratan cinta lama hanya bisa terlepas jika engkau terjerat dengan cinta yang baru”


∞◊∞◊∞
Juli, 20:12 WIB
Entah kenapa malam ini ada perasaaan aneh yang menyelimutiku, jantungku berdebar – debar, perasaan tidak tenang, “Mungkin aku kangen Riza..” tiba – tiba fikiran itu tiba – tiba muncul. Sudah satu bulan lebih aku tidak mendengar kabar Riza. Meskipun dia sudah menjadi mantanku tapi hubungan kami masih baik, bahkan aku menjadi tempat keluh kesahnya  sampai  menjadi tempat curhat tentang pacarnya pada saat itu. Walaupun Riza hanya menghubungiku ketika dia sedang ada masalah saja. Kami berdua tidak pernah bertemu semenjak putus, hanya berhubungan by phone saja, aku sengaja menghindar untuk tidak bertemu karena aku takut akan semakin sulit untuk melupakannya. Mungkin karena aku masih menyayanginya sehingga aku tidak bisa tidak peduli padanya. Tidak ada yang istimewa dalam diri Riza, hanya saja dia mampu membuatku tertawa dan sejenak lupa dengan bebanku. Dan sampai saat ini semenjak kami memutuskan hubungan kami aku belum bisa mendapatkan penggantinya. Bukan tidak ada pria yang mendekatiku, hanya saja mereka tidak bisa membuatku tertawa seperti Riza atau mungkin karena aku takut untuk kembali terluka.
Malam itu aku memberanikan diri untuk sms Riza. Awalnya dia bertanya kenapa aku belum tidur karena sudah larut malam dan apakah aku sedang ada masalah dan Riza memintaku untuk jujur, mungkin dia dapat merasakan kalau sedang terjadi sesuatu  padaku. Lalu aku menjelaskan kronologi yang aku rasakan malam itu dan aku mengatakan kalau “mungkin aku kangen Riza, iya aku lagi kangen sama Riza. Tidak seperti biasanya aku seperti ini, wajar saja kalau Riza kaget dan sedikit tidak percaya. Riza cukup tahu tentangku dan dia tahu kalau aku bukan seseorang yang mudah untuk jujur dengan perasaanku sendiri dan gengsian.
Semenjak malam itu Riza sering menghubungiku, bahkan dia meminta maaf jika sehari saja tidak memberiku kabar. Aku takut bila dia sudah begini, aku takut membangkitkan harapan – harapannya yang dulu padaku.  Sejak itu juga aku selalu terbayang – bayang dengan masa – masa ketika kami masih pacaran. Banyak mimpi dan harapan kami berdua, bahkan keinginan Riza untuk melamarku ketika aku selesai dengan kuliahku, namun semua itu kini telah sirna. Orang tuaku kurang menyukai Riza, mungkin ini karena feeling seorang ibu. Riza memang bukan seseorang yang suka beribadah, pada saat itu kuliahnya berantakan tidak pernah masuk sampai dicutikan, suka minum - minum dan seorang pemuda pengangguran. Riza sudah mewanti – wantiku apakah hubungan ini direstui oleh orang tuaku, dan aku mengatakan kalau orang tuaku menyukai seseorang yang berakhlak baik, rajin ibadah dan mapan tentunya. Aku terlahir dari lingkungan keluarga yang agamis walaupun aku sendiri tidak terlalu agamis, biasa – biasa saja, hanya saja kedua orang tuaku menginginkan pendampingku kelak adalah seseorang yang dapat membimbingku untuk lebih dekat dengan Tuhan.
Semenjak itu kehidupan Riza mulai berubah, Riza mulai melanjutkan kuliahnya lagi, berhenti minum,  belajar  untuk beribadah dan terkadang ada hal tentang agama yang dia tanyakan padaku. Riza melakukannya demi masa depannya dan masa depan kami nantinya. Hal ini menumbuhkan spirit tersendiri untukku hingga akupun mulai rajin beribadah, lima waktuku tidak pernah bolong lagi.
Seperti mendapat lotre disiang hari, tiba – tiba ibuku mengatakan “asalkan riza akhlaknya baik ibu setuju, kalau masalah pekerjaan masih bisa dicari sambil jalan..”. Mungkin doa kami didengar hingga kami mendapatkan lampu hijau dari orang tuaku dan  aku merasa bahagia bahkan sangat bahagia dan belum pernah aku sebahagia ini menjalin hubungan dengan seseorang. Tapi kebahagiaan itu sirna ketika Riza di uji dengan masalah – masalah yang dihadapinya, masalah yang tidak pernah dia ceritakan padaku, tidak seperti biasanya Riza seperti ini. Perasaan was – was pun menghinggapiku dan apa yang aku khawatirankan akhirnya terjadi juga ,semenjak itu Riza kembali seperti dulu, kuliahnya kembali berantakan, suka minum lagi bahkan lebih dari yang dulu dan ibadahnya pun ditinggalkan. Perubahan ini membuatku kecewa, kami sering berselisih paham, Riza pun menjadi kasar,  masalah kecil dibesar – besarkannya dan yang sangat membuatku kecewa Riza berselingkuh. Sampai pada akhirnya aku tidak bisa mempertahankannya lagi dan kami pun putus walaupun sebenarnya bukan ini yang aku inginkan tetapi mungkin ini jalan terbaik.
∞◊∞◊∞
Kenangan
Berbulan – bulan kami lose contact dan sampai Riza mengirim pesan yang isinya permintaan maafnya karena telah membuatku kecewa. Pesan itu hanya membuka luka, aku hanya bisa menangis tanpa bisa berkata apa – apa. Keesokan harinya Riza ingin bertemu dan permintaan itu aku penuhi. Kami janjian     bertemu di Restoran dekat kampus ku pada saat makan siang .
12.30 WIB
Entah hal apa yang membuatku menyanggupi permintaannya untuk bertemu dengannku. Aku menulusuri trotoar jalan menuju restoran tersebut, banyak kenangan manis disepanjang jalanan ini. Seketika memoriku terbuka seperti kembali ke waktu itu mengingat persis dibawah pepohonan asri yang tumbuh dipinggir trotoar kami jalan berdua bergandengan tangan sambil bersenda gurau, sepanjang jalanan ini seperti milik kami berdua, hiruk pikuk kendaraan yang melintas, lalu lalang orang – orang yang berjalan, pedagang rokok , teriakan suara kondektur yang mencari penumpang ketika bus berhenti di halte, semuanya masih sama hanya berkurang tanpa adanya Riza.
Aku sengaja untuk datang terlambat dan berhenti sejenak untuk duduk dihalte. Dihalte ini dulu tempat kami pertama kali bertemu, sore itu aku berlari menuju halte untuk mengejar bus yang akan aku naiki. Disana sudah ada Riza yang sudah menaiki bus yang baru saja berjalan pelan kemudian turun kembali dan meminta supir untuk menghentikan busnya, mungkin karena Riza melihatku yang sedari tadi berlari mengejar bus, kemudian Riza mempersilahkanku untuk naik. Aku duduk didepan kursi dimana Riza duduk, kemudian bapak – bapak yang tadi duduk bersama Riza memintaku untuk pindah “mbak,duduk disini saja kasihan duduknya pisah sama pacarnya” aku hanya tersenyum heran dan mengiyakan kata – kata bapak tadi, sepertinya bapak tadi salah sangka mengira jika aku berpacaran dengan pria yang duduk disampingnya . Dan pada akhirnya aku duduk disamping Riza, kami tidak mengobrol dan tiba – tiba supir bus mengerem mendadak dan akupun dengan spontan berpegangan pada lengan Riza. “Duh.. maluuu.. kenapa bisa begini, mau ditaruh mana mukaku” batinku. Aku kemudian meminta maaf kepada Riza atas spontanitasku tadi lalu aku memulai percakapan, kami saling memperkenalkan diri dan mulai mengobrol ngalor ngidul dan setelah diperhatikan ternyata Riza memiliki rupa yang manis, alis matanya lebat, sorot matanya tajam  dengan bulu matanya yang indah, terlihat sangat manis ketika tersenyum memperlihatkan lesung pipi di pipi kanannya. Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang Riza bicarakan, sepertinya aku terfokus untuk mencuri pandang melihat wajahnya dan lambaian tangan Riza didepan wajahku mengagetkanku “Hey…kamu kenapa?” tanyanya, aku hanya nyengir kuda malu karena Riza memergokiku sedang memperhatikannya, lalu aku  mengalihkan pembicaraan kami mengobrol kembali dan ternyata Riza satu kampus denganku hanya saja berbeda jurusan “wahh..jangan – jangan jodoh.hehee” girangku dalam hati.
Tiba – tiba saja aku mencium wangi yang sepertinya tidak asing bagiku, benar sekali wangi parfum Riza yang menyadarkanku dari lamunan.
“Kok disini?? Kan kita janjian di Restoran”
“emm.. iya tadi kakiku pegel jadi istirahat sebentar disini, kamu kok disini juga?”
“iya tadi aku sudah di Restoran nungguin kamu tapi kamu gak dateng – dateng, lalu aku kedepan restoran eh..sepertinya ngliat kamu dihalte dan ternyata benar kamu. Lagi ngelamun ya? Sampe senyum – senyum sendiri?”
Ohh.. God.. ternyata Riza tengah memergokiku sedang melamun “nggak kok cuma tadi ada yang lucu aja” jawabku asal. Riza pun lalu mengajakku untuk makan siang dan kami berjalan menuju restoran. Tidak banyak perubahan pada diri Riza, senyumnya masih manis dan mempesona, baru beberapa bulan tidak bertemu dia terlihat lebih dewasa dan sedikit gemuk sekarang “kamu gemukan ya sekarang..” ujarku dan Riza tersenyum “kan kamu suka kalo aku gemukan..hehee” tanggapnya dengan sedikit memancing untuk bernostalgia. Sesampainya direstoran dengan suasana masih sama seperti dulu ketika kami sering makan disini, alunan lagu don’t you remember nya Adele menemani makan siang kami dan kami berdua pun hening hanya menikmati makanan yang telah kami pesan, kemudian Riza membuka percakapan dengan menanyakan kabarku dan aku jawab jika aku baik – baik saja walaupun sebenarnya dia sukses membuatku galau sampai saat ini, “kamu gimana?” Tanyaku balik, “yah.. beginilah, kangen lho sudah lama kita gak makan berdua” ujarnya dan aku hanya tersenyum menanggapinya. Sebenarnya aku juga merindukannya, ingin bercerita tentang banyak hal hanya saja bibir ini terasa kaku , canggung untuk berbicara dengannya, aku hanya mencuri sela untuk melihat wajahnya, aku tidak berani untuk menatapnya langsung, rasanya hati ini kelu menahan sesak. Rasanya ingiin sekali aku memeluknya erat dan mengatakan jika aku rindu tapi masih bisa ku tahan, aku tidak ingin menunjukan perasaanku. Rasanya aku ingin segera mengakhiri makan siang ini , ini seperti hal terbodoh yang kulakukan. Yang duduk didepanku sekarang adalah Riza seseorang yang pernah menyakitiku dan yang masih kucintai. “Aku sudah selesai, aku mau pulang” aku langsung berdiri dan berlari keluar sampai suara Riza yang memanggilku tidak terdengar lagi, yang terdengar hanya suara kendaraan yang berlalu lalang dan suara orang – orang yang berbisik sepertinya membicarakanku karena aku tidak kuasa menahan tangisku dijalanan ini. Sepertinya aku berlari terlalu jauh hingga terasa lelah dan beristrahat sejenak. Aku membuka ponsel dan ada pesan dari Riza “Maafkan aku tlah membuatmu begini”, aku tidak dapat berkata apa – apa. Segera ku cari nomor bela sahabatku, ku tekan tombol memanggil tapi tidak ada jawaban, berulang kali tidak ada jawaban sama sekali dan tiba – tiba aku terkejut sosok Riza kini sedang berdiri didepanku, mengulurkan tangannya membantuku untuk berdiri “masa cantik – cantik duduk jongkok dipinggir jalan” ujarnya, aku hanya berdehem menanggapinya, “sejak kapan kamu larinya secepat itu?” ujarnya lagi,
“kamu kenapa ngikutin aku..” Riza tidak menanggapinya, dia menarik hidungku sampai aku meringis kesakitan. Ini adalah kebiasaannya dulu yang suka menarik hidung dan mencubit pipiku “huh sakit tauk” dengusku kesal, kemudian Riza memeluk ku dan aku membalas pelukkannya, aku tidak dapat menahan air mataku, aku rindu sekali dan baru ku sadari jika aku sangat – sangat merindukannya.
Aku tidak ingin terhanyut dengan perasaan ini, segera kulepaskan pelukan Riza “aku mau pulang sekarang”
“Aku antar ya” pinta Riza mengharapkan aku diantar pulang olehnya,
 “gak usah, aku mau pulang sendiri aja” jawabku, lalu aku berlalu dari hadapannya dan berjalan sambil menyetop taxi dan masuk kedalam taxi tanpa menoleh kearah Riza.
Aku membuka ponselku ingin membaca pesan yang sedari tadi belum sempat ku baca, ternyata pesan dari Bela,
“kenapa Re? sorry tadi lagi bantu mama didapur”
“gak papa bel, tadinya mau kerumahmu tapi gak jadi besok aja” (Send).
Kuurungkan niatku untuk kerumah Bela, hari sudah menjelang sore jalanan sudah mulai macet, lebih baik pulang kerumah dan segera mandi air hangat untuk merilekskan badan dan otak ini yang sedari tadi dipenuhi oleh Riza. Perjalanan kerumah yang seharusnya hanya 10 menit terhambat 45 menit karena kemacetan, ini membuatku tambah stress .
Sesampainya dirumah sudah ada mama yang sedang menyiram  tanaman di halaman depan rumah dan sasaran kejahilanku tentunya adik bungsuku yang sedang asik menyusun lego, sedangkan papa dan kakakku sepertinya belum pulang, merek abiasanya pulang ketika akan makan malam. Kemudian timbul niatku untuk menjahili adikku.
“Ma…….kakak nih berantakin mainanku” uringnya
“huuu.. ngaduan”
“biarin..weeekk” belanya sambil menjulurkan lidahnya, membuatku gemas dan ingin mencubitnya.
“sudah Re.. mandi trus sholat sana” terdengar suara mama dari halaman depan
“iya ma….ini mau mandi”
Aku beranjak menuju kekamar, pandanganku langsung tertuju pada aquarium yang berisi dua ikan koki pemberian Riza. Ternyata aku belum benar – benar bisa melupakannya dan aku harus bisa lebih menguatkan hatiku bila berhadapan dengannya karena Riza pasti akan menemuiku kembali.

“Seseorang itu mungkin telah pergi, tapi masih ada sisa cintanya yang tertinggal,
mungkin perlahan – lahan akan habis kemudian hilang dan sampai terlupakan.. atau mungkin akan tumbuh bersemi kemudian kembali..”

∞◊∞◊∞

Sweet monkey..
Suara ketukan pintu membangunkan tidurku “Kakk.. disuru bangun sama mama” suara teriakan adik bungsuku dari balik pintu terdengar seperti menusuk gendang telingaku  , ternyata sudah pagi, rasanya berat sekali  membuka mata ini, kepala ku sakit dan berat sekali untuk diangkat mungkin ini efek dari hari kemarin gara – gara otakku dipenuhi oleh Riza. Padahal aku berharap ketika bangun lupa dengan hari kemarin  tapi hasilnya nihil.
“Rere.. bangun nak..” kini suara mama yang memanggilku
“Iya ma..”
“Kamu sakit nak ?” Mama masuk kekamar dan mengecek dahiku,
“Badan kamu anget, kalo kuat bangun cuci muka sana nanti mama ambilin obat, kalo lemes nanti mama ambilin air”
“Iya ma.. ini masi kuat kok” jawabku lemas
“ya udah mama tinggal dulu , nanti abis sarapan kamu minum obat” ujar mama sambil membuka jendela  dan berjalan keluar  dari kamar. Mamaku seorang ibu rumah tangga biasa, namun kasih sayang dan perhatianny apada keluarga sungguh luar biasa, wajar bila papa terlihat sangat menyayanggi mama, kadang terlihat ketika pamit akan  berangkat kerja papa berkata “love you” dan mencium kening mama. Aku pernah berkeinginan kelak ingin seperti mereka bila sudah berumah tangga.
Hari ini aku tidak kekampus dulu, kubatalkan saja jadwal bimbingan dengan pak Abdul . Segera kutelpon Bela ,
“Iya Re..”
“Bel .. izinin aku sama pak Abdul ya, hari ini harusnya ada bimbingan tapi aku lagi demam nih”
“oke .. nanti aku izinin, Habis ini  aku jengukin deh”
“makasih ya bela cantik..hehe” godaku.
Sepertinya suasana rumah sudah sepi, aku berjalan dengan gontai menuju ruang makan, ternyata masih ada mama yang sedang membereskan piring – piring di meja makan. Dirumah kami tidak ada asisten rumah tangga, semuanya dikerjakan oleh mama dan terkadang aku yang membantu mama kalau sedang tidak ada jadwal untuk kekampus.
Kulihat dimeja makan sudah ada nasi goring yang dimasak mama tadi.
“buruan dimakan nasi gorengnya habis itu minum obatnya” ujar mama sambil membereskan meja makan.
“iya ma..” lalu aku menyantap nasi goreng yang sudah dingin tentunya. Kulihat mama sedang mencuci piring – piring kotor di dapur, tiba – tiba terfikir bagaimana kalau mama tau aku begini karena memikirkan Riza, tidak dapat kubayangkan betapa kecewanya mama nanti.
Segera aku menuju kedapur dan mencuci piring bekas aku makan tadi, biarpun sedang sakit aku tidak ingin memanjakan diriku sendiri, jika masih bisa aku lakukakan sendiri aku akan melakukannya sendiri. Setelah itu aku bergegas kembali kekamar, kunyalakan notebook ku dan memutar winamp, ditemani lagu dari tangga – cinta tak mungkin berhenti sepertinya soundtrack ini yang cocok dengan suasana hatiku saat ini, aku membuka facebook dan melihat daftar list teman – teman yang sedang on line dan tak lama kemudian ada yang men-chat ku,
Jonas Adhitya    : hey re.. masih inget aku gak?
Rere Malinka     : hmm.. iya masih inget,,
                                  Jojo temen SD dulu kan, apa kabar? Udah married belum? Lama ya gak ketemu..
Jonas Adhitya    : Syukur deh kalo masih inget, Alhamdulillah baik, hehe.. blm re..
                                  Aku masih ngumpulin modal nih, nabung dulu, km gimana kabarnya?
                                 Jangan2 kamu yang udah married
Rere Malinka     : Aku baik juga, belum jo.. kuliahku aja belum beres..
Jonas Adhitya    : Udah dulu ya re.. aku mau lanjut kerja dulu..
Jonas adalah teman ku sewaktu SD, bisa dibilang dia adalah cinta monyetku, aku suka merasa geli sendiri bila mengingatnya. Tidak kusangka sewaktu SD aku sudah mulai menyukai lawan jenis, jonas adalah satu – satunya anak laki –laki yang aku sukai sewaktu SD, menurutku dia ganteng dan dilihat dari foto profilnya tadi dia masih ganteng.
“Rereeee….” Suara bela mengagetkanku,
“katanya demam, kok duduk”  ucapnya polos
“emang orang sakit gak boleh duduk” jawabku sedikit jutek
Syukurlah Bela datang kerumah, setidaknya ada yang menghiburku dari kegalauan gila ini.  Tanpa berbasa basi lagi aku langsung curhat ke Bela, menceritakan kejadian yang kemarin aku alami dan aku menangis lagi, kemudian Bela memelukku, dia tidak banyak bicara hanya memelukku, menenangkanku dan ini berhasil membuatku tenang dan melegakan perasaanku.
“udah dong.. jangan nangis lagi ya.. kalo pun kalian jodoh nanti juga disatukan, dimudahkan semuanya” ucap bela sambil memberiku tissue. Apa yang dibilang Bela benar, walaupun tidak semudah itu setidaknya aku beruntung memiliki sahabat seperti Bela.
Tiba – tiba saja Bela menghantamku dengan bantal,
“umm.. kamu kentut ya Re.. ikh.. rese’ banget sih “ ujarnya kesal sambil menutupi hidungnya
“hehe.. keceplosan nih, mungkin banyak angin diperutku” jawabku sambil garuk – garuk kepala, kemudian kulempar balik bantal kemukanya, dan akhirnya kami saling lempar –lemparan dan ini sedikit melupakan sejenak tentang Riza.
20.33
“Re.. ada telpon nih” terdengar suara mama memanggilku dari arah ruang tengah dimana telpon rumah terpasang.
“Halo.. siapa nih?”
“ini jonas re, maaf ya ganggu.. aku tadi buka – buka buku telpon ternyata masih ada nomor telpon rumahmu jadi ku telpon saja, gak papa kan..”
“oh.. iya gak papa jo.. ada apa ya?” Tanya ku heran,
“Gak papa re, oya aku minta nomor hape mu dong, aku telpon ke hape mu aja ya..” kemudian aku memberikan  nomor hape ku dan tidak lama kemudian hape ku berbunyi,
“Halo re, lagi sibuk gak…?”
“gak jo.. lagi santai aja..”
Kami mengobrol cukup lama, bercanda dan tertawa mengingat masa – masa SD, kalau bisa aku mengulang waktu pasti aku akan mengulang masa dimana aku masih SD. Tidak ada beban fikiran, hanya bermain dan belajar, selalu melakukan sesuatu hal yang menyenangkan, berpetualang bersama teman – teman dan tentunya saat bersama jonas.
Akhir – akhir ini aku dan jonas jadi semakin akrab lagi dan terkadang Jonas mampir kerumah bila ada waktu senggang. Jarak rumah kami tidak terlalu jauh, hanya saja dikarenakan setelah lulus SD jonas melanjutkan SMP sampai kuliah di luar kota  jadi kami lose contac dan tidak pernah bertemu sampai sekarang kami dipertemukan kembali ketika Jonas kembali ke kota ini untuk bekerja.
Kedekatan ku dengan Jonas membuatku lupa dengan Riza, telpon dan sms nya pun tidak pernah aku tanggapi. Jonas seperti suatu obat yang selama ini aku cari, dan mungkin aku jatuh hati dengannya. Sosok Jonas yang dewasa, berwawasan luas dan humoris membuatku terpikat dengannya dan yang membuatku terkejut ketika Jonas membuat pengakuan jika aku adalah cinta monyetnya, pengakuan yang membuatku sedikit bahagia, anggap saja dulu rasa sukaku tidak bertepuk sebelah kanan. Semakin hari kami semakin dekat, chemistery diantara kami sudah terbangun.
Minggu pagi ini Jonas mengajakku jogging, pukul 06.10 Jonas sudah sampai dirumahku, terdengar deru suara mobil dari halaman depan. Aku membukakan pintu dan terlihat Jonas dengan setelan tshirt putih polos dan traning abu – abu terlihat sangat cool, menonjolkan tubuhnya yang atletis. Dia berdiri membelakangiku sambil melakukan pemanasan.
“pagi manis.. sudah siap..?” sapa Jonas sambil menolehkan kepalanya kebelakang,
“siap dong bos” jawabku sambil hormat ala – ala paskibra dan kami berdua pun cekikikan menyadari kekonyolan ini.
“Pagi om..” sapa Jonas ke papa yang baru saja duduk diteras dengan membawa secangkir kopi,
“pada mau jogging ya.. kapan – kapan lawan om main catur Jo..” tantang papa ke Jonas
“beres om.. kami pergi dulu..” pamit Jonas.
Dari kecil Jonas sudah dekat dengan orang rumah karena sejak kecil hamper tiap hari Jonas main kerumah  dan orang tua kami pun juga sudah lama berteman, jadi orang tuaku sangat mempercayai Jonas dapat menjagaku bila aku berpergian dengannya.
Udara pagi ini masih sangat segar, aku dan Jonas berlari – lari kecil menyusuri jalanan yang  masih sepi dengan kendaraan bermotor, hanya masih terlihat beberapa orang yang juga sedang jogging. Ada yang bersama keluarganya, ada yang membawa hewan peliharaannya berjalan – jalan.
Aku dan Jonas beristirahat duduk di rerumputan taman kota dibawah pohon besar dengan angin yang semilir dan menurut ku ini romantic , “ andai saja Jonas ini pacarku…huuuh” keluhku dalam hati.
“Re…”
“hmmm..”
“aku sayang sama kamu..” ucap Jonas . Aku kaget mendengarnya.
“sayang gimana maksudnya..?” jawabku pura –pura blo’on,
“iya.. aku sayang sama kamu tapi bukan sebagai teman. Aku mau kamu jadi pacarku, mungkin ini terlalu cepat tapi aku Cuma mau jujur dengan perasaanku sekarang..”. Ujar Jonas tanpa menoleh kea rah ku, dia hanya terus melihat kedepan tanpa berani menatap ku. Pengakuan Jonas membuatku kegirangan, hatiku seperti sedang meloncat – loncat.
“sebenarnya aku juga ngerasain hal yang sama tapi…” Belum selesai aku berbicara Jonas tiba – tiba langsung melompat senang “Yess..! heheee..”
“tapi aku takut patah hati lagi Jo…” lanjutku
“iya re.. aku ngerti, aku akan slalu berusaha buat ngebahagiain kamu..” Kemuadian Jonas menggenggam tanganku untuk meyakinkanku, aku tersenyum dan menganggukan kepala padanya dan dia membalas senyumku dan mencium punggung tanganku. Ini artinya sekarang Jonas menjadi belahan jiwaku dan aku berharap Jonas adalah pelabuhan terakhirku. Tidak pernah ku bayangkan, Jonas yang dulu menjadi cinta monyetku kini menjadi belahan jiwaku saat ini, mungkin ini cinta monyet yang beranjak menjadi cinta kingkong dan aku berharap Jonas dapat mengobati hatiku.
Kami melanjutkan jogging, berlari –lari kecil menyusuri jalanan yang sudah ramai dengan orang – orang yang sedang berolahraga. Mingggu ini merupakan best day dari minggu – minggu kemarin yang membuatku galau, cuaca hari ini seperti mendukung suasana hatiku, cerah berawan, dengan angin yang semilir dan tentunya seseorang yang sedang menemaniku jogging saat ini Jonas.

“Tidak peduli seberapa besar cinta memberi luka..
cinta juga yang akan menyembuhkan”




 to be continue... :)

1 komentar: